Seorang mahasiswa teologia sedang menjalani praktek pelayanan di sebuah gereja yang tergolong besar di ibukota. Suatu ketika, pagi-pagi
sekali, ia telah tiba di ruang kerjanya dan mulai membenahi segala sesuatunya.
Kemarin dia baru saja diserahi tugas untuk menangani masalah konseling.
Ketika sedang berbenah-benah di ruangannya, tiba-tiba ia mendengar suara sekelompok orang dari arah pintu. Untuk membuat dirinya tampak penting di hadapan orang-orang yang barangkali akan menemuinya, maka mahasiswa itu langsung menyambar gagang telepon dan pura-pura berbicara.
"Oh, anda tidak perlu mengucapkan terima kasih pada saya. Berterima kasihlah pada Tuhan, karena campur tangan Tuhanlah penyakit kanker Ibu
lenyap," kata mahasiswa memulai aksinya, "Apa?...suami ibu juga sakit?...sakit apa, Bu? ... tumor otak? ... Pada dasarnya Ibu tidak perlu takut. Kalau ada waktu, segera bawa suami Ibu kemari, saya akan bantu mendoakannya. Tumor itu kecil, Bu. Buktinya, bukankah telah Ibu
rasakan? Sekali saya mendoakan Ibu, penyakit kanker yang Ibu derita lenyap," tambah mahasiswa itu dengan gaya yakin.
Mahasiswa itu lalu meletakkan gagang telepon dan dengan bangga menatap sekelompok orang yang berdiri terheran-heran di depan pintunya.
"Well, apa yang bisa saya bantu untuk Saudara-saudara?" tanya mahasiswa itu.
"Kami disuruh Bapak Pendeta untuk memperbaiki telepon di ruang kerja anda, karena dari kemarin belum juga berfungsi."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar